Apakah kamu pernah mendengarkan ungkapan "Jangan Menangkap Pisau Yang Jatuh" di bursa saham?
Saya pernah mendengar ungkapan tersebut, dan baru memahami artinya akhir-akhir ini.
Dalam bursa yang sehat, tentunya terdapat denyut jantung atau bisa disebut sebagai volatilitas di market.
Untuk itu, kita memerlukan strategi yang tepat di market untuk mendapatkan keuntungan secara konsisten. Menurut saya hal tersebut berkaitan dengan yang disebut dengan winning ratio, layaknya kita melempar sebuah koin, berapa besar kemungkinan koin tersebut akan menunjukkan sisi A / sisi B? Kemungkinannya adalah 50:50. Mirip dengan yang terjadi di bursa saham, ketika kita membeli sebuah saham, kemungkinannya adalah kita akan menjualnya dengan untung / rugi. Namun ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi ratio keuntungan di bursa, misalnya kita seringkali tidak sadar, bahwa untung / rugi pun kita di bursa saham, kita akan selalu dikenakan biaya transaksi dan pajak, yang membuat hasil tradingan kita seolah-olah untung, tapi kok tidak banyak yang benar-benar bisa kita realisasikan. Biaya-biaya tersebut yang seringkali disebut silent killer, bagi seorang trader yang sering jual beli dan mengharapkan keuntungan tipis (dibawah 1-2%), namun tidak mempertimbangkan faktor biaya transaksi didalamnya. Biaya tersebut sekitar (0.4-0.6% per jual beli) untuk bursa saham, itu sekitar 25-50% dari realisasi keuntungan bagi trader yang mengharapkan keuntungan tipis.
Selain itu, terdapat juga pola-pola trading sistem tertentu yang teruji, untuk memiliki kecenderungan untung atau rugi di market. Misalnya teori, beli rendah, dan jual lebih rendah lagi sudah di pastikan akan menciptakan penderitaan yang sangat menyakitkan bagi seorang trader (hahaha.. ya iya lah). Ratio yang tercipta, dari hal yang saya baca adalah salah satunya berdasarkan, dari hasil trading yang bisa kita capai di market, yaitu selalu terdapat 4 hasil ini :
- big win
- big win
- small win
- small lose
- big lose
Dengan ratio yang sama, jika, kita bisa fokus memperbesar nilai dan frekuensi tradingan kita yang menghasilkan big win, dan juga bisa fokus memperkecil nilai dan frekuensi tradingan kita yang menghasilkan big lose, maka semestinya trading akan memberikan imbal hasil yang positif untuk kita jangka panjang.
Pertanyaannya, bagaimana kita menghindari big lose? Tidak dipungkiri, banyak sekali trader pemula yang kapok berada di bursa saham, karena masuk terlalu besar pada satu atau segelintir saham, dan ketika market tidak merespon sebagaimana yang kita harapkan, kita tidak berani mengakui jika itu adalah keputusan yang salah, dan akan mengakibatkan kerusakan yang fatal pada portofolio kita. Banyak doktrin untuk membeli saat harga murah, namun kita tidak pernah mengetahui dimana dasar daripada harga tersebut, dan akhirnya, kita menderita floating loss berkepanjangan.
Coba bayangkan kalau kita adalah trader yang berani beli di harga koreksi, namun tidak berani melakukan cut loss saat market tidak rebound seperti yang kita harapkan. Apakah mungkin kalau kita membeli :
- WSBP Rp 500an di awal tahun 2017, karena sudah koreksi 20%+ dari puncaknya di harga Rp 600an
- WSBP Rp 500an di awal tahun 2017, karena sudah koreksi 20%+ dari puncaknya di harga Rp 600an
- HMSP Rp 3,300 di akhir tahun 2018, karena sudah mencapai bottom harga saat itu
- LPKR Rp 300an di akhir tahun 2017, karena sudah koreksi 50%!! dari puncaknya di harga Rp 597.
Per hari ini, bagaimana perasaan kita setiap harinya melihat portofolio yang tak kunjung hijau tersebut?
Hal itulah, yang disebut jangan pernah kita berani menangkap pisau yang sedang jatuh, karena kita tidak pernah tau dimana akhir daripada dasar harga suatu emiten. Terutama, jika kita tidak memperlengkapi diri kita dengan strategi Cut Loss, untuk secara sadar mengakui kesalahan kita, keluar dari market, mengamankan diri kita dari emosi yang tidak menyenangkan dan resiko big lose yang menyakitkan.
Seorang guru pernah menyampaikan bahwa, kalau kita memakan seekor ikan, tidak perlu dari ujung buntut sampai ujung kepalanya, karena itu bisa membuat kita tersedak dan tidak enak. Lebih baik, kita mencoba untuk mengabaikan buntut dan ujung kepalanya, sehingga kita bisa menikmati dagingnya saja. Hal tersebut adalah analogi yang menarik di bursa saham, dimana kita tidak perlu mengharapkan untuk selalu dapat membeli saham saat di titik terendah, dan menjual selalu di titik tertinggi. Karena hal tersebut, hampir mustahil bisa kita lakukan. Selama, kita mendapatkan dagingnya (keuntungan dari proses jual beli), kita sudah layak bersyukur berada di bursa saham.
Jadi mari kita belajar bersama-sama mencari strategi terbaik untuk mendapatkan saham-saham yang memiliki potensi terbang tinggi, dan berani mengambil tindakan untuk cut loss untuk mengurangi kerusakan pada portofolio berdasarkan kerugian yang besar pada satu atau segelintir saham yang bergerak tidak sesuai dengan harapan kita. :)
Komentar
Posting Komentar