Saat artikel ini ditulis, Indonesia sedang panik kembali dengan kondisi pasien positif covid yang meningkat drastis semenjak pertama kali covid hadir di Indonesia. RS penuh, berita pada circle terdekat bahwa mereka terpapar sering banget terdengar, permintaan tentang plasma darah konvalesen dimana-mana. Pokoknya situasi kembali horor, dan per tanggal 5-20 Juli 2021, kita kembali menghadapi PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) se Jawa - Bali, pusatnya perekonomian Indonesia. Otomatis ketika adanya pembatasan kegiatan, akan berpengaruh ke sektor riil perekonomian masyarakat. Tapi kok sepertinya, bursa saham tidak bereaksi sereaktif apa yang terjadi di sosial media tentang situasi ini. Kenapa bursa saham tidak selalu merefleksikan situasi yang terjadi di kondisi riil ekonomi ya?
Jawabannya adalah karena bursa saham tidak selalu menggambarkan ekonomi (saya tulis tidak selalu, karena kadang-kadang bisa menggambarkan ekonomi suatu negara / perusahaan tersebut kok). Kadang-kadang bursa saham juga bisa menjadi "penentu harapan" ekonomi suatu negara / perusahaan di masa depan. Sedangkan kalau kita bicara tentang laporan keuangan suatu perusahaan, atau kondisi suatu negara bisa saja itu menggambarkan tentang bagaimana kinerja yang ada pada masa lalu ataupun masa kini.
Dengan memahami hal ini, maka kita bisa mulai memahami kenapa kok ada saham yang memiliki fundamental baik tapi kok dia turun terus ya harganya? Atau ketika saham tertentu yang secara laporan histori keuangan tahun-tahun sebelumnya jelek, tapi kok harga sahamnya bisa naik ga karuan. Misalnya saja kalau kita lihat saham-saham bank digital yang rumornya akan launching di bursa saham kita, secara historis jelas banget mereka bukan pemenangnya, tapi kalau kita lihat berapa banyak dana investor yang masuk demi masa depan yang diyakini akan cemerlang. Spekulasi? Ya, mungkin buat sebagian orang spekulasi kalau tidak bisa melihat future value dari hal tersebut.
Sehingga menurut saya memang tidak ada hanya 1 variable mutlak yang bisa menentukan harga suatu perusahaan itu sendiri. Di bursa saham pun kita kenal ada 2 cara pendekatan yang bisa di ibaratkan kalau orang beli makanan :
1. fundamentalist - beli makanan dengan cek dulu kualitas makanannya apakah enak, sehat, bermanfaat dan lain-lain sesuai dengan tujuan orang tersebut (kalau di bursa biasanya kesehatan keuangannya), belum tentu ngetrend dan bisa laku keras makanan tersebut loh kalau tidak ada demand buyer, yah maka harga pembelian segitu-segitu aja.
2. technicalist - beli makanan dengan ngecek dimana makanan yang sedang hype dan diserbu orang, karena asumsinya pasti ada something interesting dari tempat makan tersebut. Belum tentu secara kualitas makanan tersebut sehat, tapi sudah pasti akan banyak diperbincangkan dan dalam sisi lain memiliki keunggulan (dalam hal ini seperti trend bank digital, atau saham-saham kesehatan, belum tentu secara finansial mereka sehat, tapi karena ada nya trend yang terjadi saat ini, mereka mendapatkan sentimen positif dan memiliki kecenderungan untuk naik harga sahamnya). Pertanyaannya kalau ternyata sudah cobain makan di resto yang ngetrend itu ternyata rasanya ga seenak itu gimana dong? Yah, akan turun dengan sendirinya kok pamor resto tersebut, dan tetap saja nanti akan ada trend baru yang bermunculan. Gak percaya? Liat aja aplikasi makanan favoritmu, pasti ada saja tuh trend makanan baru saat ini, ya kan ya kan..
Okay, kalau gitu menurut kalian bagaimana nih tentang kondisi bursa saham kita kedepannya? Mungkin ga kalau saham kita tidak terkoreksi sebesar pertama kali covid datang di Indonesia? Menurut saya sih mungkin-mungkin saja jika memang IHSG saat ini sudah sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar tentang apa yang akan kita hadapi di masa depan. Tapi kalau ekspektasinya jauh lebih buruk, siap-siap yah kita menikmati penurunan tajam di bursa saham kita. Stay safe dan kelola portofolio kita dengan bijaksana ya!
Komentar
Posting Komentar