Kita tidak bisa menebak 100% benar tentang harga saham yang ingin kita beli. Untuk itu ada cara agar kita tidak langsung masuk kepada satu harga dengan cara 'all in'. Karena jika kita langsung masuk dengan cara 'all in' begitu saham tidak bergerak ke arah yang kita inginkan, maka psikologis kita akan terganggu dengan volatilitas yang ada.
Terdapat dua cara 'mencicil' saham yang sering terjadi yaitu dengan cara averaging down ataupun averaging up. Buat saya, kedua cara ini masih sama-sama bermanfaat namun tentu perlu term and conditionnya masing-masing. Namun sebagai seseorang yang sedang mempelajari tentang serunya trading di bursa saham, saya lebih sering mendengar keberanian orang untuk berani averaging down daripada melakukan averaging up, karena mindset tertentu. Meskipun kedua cara tersebut bisa menguntungkan dan membuat kita bangkrut.
Averaging down sering ditemukan untuk teman-teman yang menyukai value investing, karena value investor sudah meriset dengan matang saham mana yang memang under value dan memiliki potensi upside tinggi, sehingga semakin harga tersebut turun, semakin tinggi keinginan kita untuk mengoleksinya. Yang menjadi masalah adalah ketika kita seorang newbie yang mendengar sebuah stockpick, kita berupaya untuk terus mengkoleksi saham yang memang sudah 'salah harga'. Karena ketika saham itu salah harga secara signifikan (misalnya 15-25% dari harga beli kita) biasanya muncul 3 hal :
- terjadi perubahan fundamental, misalnya kebijakan pemerintah, kegagalan bisnis
- sentimen market saja, belum waktunya saham tersebut terbang
- kita masuk terlalu tinggi karena analisa kita yang kurang tepat
bahayanya adalah ketika terjadi perubahan fundamental, seorang value investor dengan cepat bisa mengambil tindakan cut loss dari analisanya yang meleset. Tapi... seorang newbie, seringkali ketinggalan berita, dengan iman yang sesat terus mengkoleksi saham tersebut. Seberapapun dana yang kita miliki jika kita terus mengkoleksi saham yang terjun payung, akhirnya dana kita akan habis juga karena mengkoleksi 1 saham rugi dengan jumlah mayoritas dari portoflio kita. Bisa jadi itu adalah end game kita di bursa. Averaging down juga bisa jadi sangat menguntungkan dengan syarat kita benar-benar bisa memastikan bahwa saham ini memang under value dan suatu saat akan kembali ke jalan yang benar (uptrend).
Ada cara kedua untuk mencicil saham, yaitu dengan averaging up. Hal ini sering menjadi cara entry terutama bagi trader-trader trend following. Karena seorang trader memperlakukan saham seperti mengelola sebuah bisnis, ada dua indikator penting yaitu - seberapa besar resiko dan momentum dari bisnis tersebut. Analoginya adalah kalau kamu adalah seorang pedagang, memiliki 2 jenis barang kaos 2 bakal calon presiden, dimana calon presiden A kaosnya tidak laku, dan calon presiden B kaosnya sedang laku (harga naik), kira-kira kalau kamu mau stok barang, yang mana yang mau kamu beli lebih banyak, apakah kaos presiden A yang kurang laku, atau B yang sedang memiliki banyak demand pembelian sehingga harganya terlihat lebih 'mahal'? Resiko terbesar kalau seseorang memilih menyetok kaos presiden A - mumpung harga beli saya masih lebih murah jadi kemungkinan jual lebih tinggi, adalah ia tidak bisa menjual lagi barang tersebut karena memang tidak ada yang mau beli, kecuali dia mau obral di harga yang jauh lebih murah.
Sebagai seorang pebisnis, kita juga perlu mengelola resiko. Dengan memanfaatkan momentum kenaikan, kita bisa memastikan secara statistik bahwa kita akan memiliki ratio kekalahan dengan jumlah nominal beli yang lebih kecil daripada jumlah ratio kemenangan dengan jumlah nominal yang lebih besar. Misalnya kalau kita pegang saham rugi dengan nominal 100.000, tapi kalau saham pemenang kita pegang dengan nominal 200.000, tentunya perbedaan tersebut akan memberikan ratio gain yang lebih baik untuk jangka panjang.
Cara apapun yang kita pilih, sama-sama bisa works asalkan kita paham cara mainnya. Salah satu pembelajaran pentingnya adalah bagaimana kita melakukan position sizing, misalnya 10% atau 20% dari total portofolio kita yang boleh masuk dalam 1 buah saham yang kita yakini. Karena mau sedalam apapun turunnya atau seberapa tinggi pun saham tersebut terbang, kalau kita tidak melakukan position sizing, maka nominal saham yang kita pegang bisa terlalu tinggi dan kembali menjadi resiko yang amat besar untuk kelangsungan kita di bursa saham. Pastikan kita memahami "When enough is enough".
Enough to win, enough to admit that we loss.
Komentar
Posting Komentar