Kita bisa saja naksir sama seorang lawan jenis yang berbeda-beda, tapi mereka mungkin memiliki satu kesamaan. Ataupun bisa saja banyak orang naksir kepada 1 orang yang sama, namun setiap dari orang tersebut bisa saja punya alasan yang berbeda dalam menentukan pilihannya.
Hal tersebut juga terjadi di bursa saham, setiap dari pelaku
saham memiliki indikator penting dalam menentukan keputusannya dalam melakukan
jual beli terhadap saham yang dimiliki. Dengan jutaan pelaku pasar saham yang
ada di Indonesia juga tentunya memiliki kacamata yang berbeda dalam menentukan
pilihannya.
Parameter dalam menentukan pilihan menjadi hal yang sangat
krusial. Kalau dalam mencari pasangan apakah kamu cari yang paling cantik atau
paling baik? Kalau dalam property apakah lokasi, lokasi, lokasi yang jadi
perhatianmu? Nah, dalam melakukan jual beli saham saya menekankan pada kondisi
teknikal saham tersebut. Namun, saya tidak mengesampingkan kondisi fundamental yang
ada. Hal yang menarik perhatian saya adalah – sejauh mana laba yang bisa
dihasilkan oleh setiap lembar saham yang kita miliki. Ratio itu adalah Earning
Per Share. Earning, earning, earning. Saya rasa cuan saya datang dari perusahaan yang memang memiliki earning yang sehat dalam bisnis nyatanya.
Dalam melihat earning sebuah perusahaan ada 3 indikator yang
menarik bagi saya yaitu :
Seberapa besar persentasenya? Seberapa sering kemunculannya? Seberapa pasti itu
akan terjadi?
Hal ini menjadi menarik bagi perusahaan yang memiliki siklus
usaha evergreen, misalnya seperti perbankan dan FMCG. Tapi bisa kurang relevan
bagi perusahaan yang memiliki siklus keberhasilan seperti industry komoditas. Jadi
sekarang teman-teman tahu kenapa saya tidak banyak berspekulasi kepada
unicorn-unicorn yang menjanjikan keuntungan besar di masa depan, tapi belum
terbukti pada masa sekarang sama sekali. Seketika mereka menunjukkan bukti dari
janji tersebut, tentunya saya akan mulai menaruh perhatian lebih pada the newcomers.
Semoga gak ketinggalan banget ya 😊
Komentar
Posting Komentar