Pernah gak sih kamu punya impian
dan siap untuk menahan rasa sakit yang begitu besar untuk mewujudkannya?
Saya jadi ingat pengalaman waktu
sekolah dulu pernah beberapa kali mengikuti lomba futsal. Dari dulu saya selalu
masuk ke tim B, tim kedua sebagai kuda hitam ataupun under dog player. Saya cenderung tidak diperhitungkan oleh lawan
namun dengan itu juga saya punya keinginan untuk menunjukkan kalau saya bisa
dan mampu memenangkan pertandingan. Saya akan ngotot segila-gilanya agar bisa
memenangkan pertandingan walau kadang menyakitkan. Di masa itu saya pertama
kali mengenal pain killer. Karena saya perlu memenangkan pertandingan tersebut,
saya sering bolak-balik semprot pain killer di kaki yang sakit. Jadinya saya bisa
berlari lagi dan melupakan rasa sakit yang ada. Saya rasa itu adalah kegunaan
yang tepat saat dari sebuah pain killer, yaitu untuk mengesampingkan rasa sakit
“sementara” agar diri kita bisa mencapai target yang lebih penting / besar bagi
diri kita.
Namun kadangkala, hal yang baik
bisa dimanfaatkan untuk hal yang tidak tepat guna juga. Saya merasa ada orang-orang
yang menjalani hidup dengan penuh kesakitan tapi lebih memilih untuk melupakan menganggap
hal itu tidak ada, tanpa ada upaya memperbaiki keadaan. Gak percaya? Kamu
pernah melihat orang sulit keuangan dalam waktu yang lama, yang akhirnya
memilih untuk pura-pura lupa tentang hal tersebut, pinjam pay later atau berhutang
sana-sini? Atau kamu pernah melihat orang yang punya pasangan toxic dan tetap
memilih menjalaninya, pura – pura lupa, memilih jarang pulang ke rumah dan
kabur dari masalah? Bagi saya ini adalah cara yang kurang tepat dalam
menggunakan “pain killer” yaitu dengan melupakan rasa sakit yang ada, tetap
memilih untuk diam di tempat dan terus menerus lari dari kenyataan.
Sama seperti kegunaan sebuah pisau,
satu hal bisa menjadi baik atau buruk tergantung dari penggunaannya.
Ternyata hal ini juga saya rasakan
ada di kehidupan para pelaku saham. Saya rasa masuk ke industry apapun,
termasuk industry finansial, akan memberikan suatu kenikmatan dan kerugiannya
tersendiri. Umumnya (hampir pasti), setiap orang yang masuk ke bursa saham
pernah / akan merasakan sejumlah kerugian yang cukup menyakitkan. Namun saya
sering mendengar ada seorang trader yang akhirnya memilih menjadi investor
karena merasa melihat platform sekuritas (yang mayoritas merugi) sangat
menyakitkan bagi nya. Hal itu saya rasa sama saja dengan memakai pain killer
untuk tidak mau mengakui bahwa keputusan yang ia ambil kurang tepat, menerima
kerugian, dan bergerak maju lagi untuk tindakan perbaikannya. Semprot pain killer
dan kabur dari masalah namun kenyataannya akan terus sama.
Bagi saya ada cara lain lagi yang lebih cocok karena sudah pasti kita akan mengalami rasa sakit di bursa saham. Pain killer yang tepat adalah menerima kekalahan sesegera mungkin, memilih untuk belajar dan mencoba lagi dengan perbaikan berulang sehingga kedepannya rasa sakit yang dihadapi jauh lebih terkendali. Hal itu secara tidak langsung menunjukkan pertumbuhan skill dan kapasitas kita yang menjadi semakin besar. So, jangan jadi alasan untuk menggunakan pain killer terus menerus lalu mewajarkan untuk pasrah dengan keadaan, rasa sakit yang dihadapi dan tidak bergerak maju menjadi lebih baik ya 😊
Komentar
Posting Komentar