Pertama kali saya belajar di bursa saham, saya belajar dari seorang fundamentalis yang menyatakan selalu beli saham Unilever (UNVR ) dan BCA (BBCA) untuk nanti simpanan dana pensiun masa tua kita. Kebetulan saya kerja di BCA, dan benar bahwa BBCA masih menunjukkan strong uptrend kenaikan yang konsisten dari tahun ke tahun hingga hari ini, proven, amin,amin, amin. Tapi kalau kita lihat pegerakan saham satunya lagi, UNVR dari akhir tahun 2017 ditutup pada harga Rp 11,175, namun per tulisan ini dibuat terdapat penurunan hingga Rp 4,730 per tanggal 2 Februari 2023.
Nah kalau misalnya saya hanya mempercayakan semua tabungan pensiun di saham tersebut, maka kondisi hati saat ini rasanya akan ga karuan banget ya. Padahal kalau kita pikir-pikir, apa sih yang membuat saham Unilever ini merosot jauh? Bukannya kalau krisis ataupun tidak, orang tetap perlu gosok gigi, cuci pakaian, dan ngelakuin aktivitas sehari-hari lainnya yang juga merupakan motto dari perusahaan itu sendiri? Karena saya bukan seorang fundamentalis, saya kurang memahami alasan pasti dari penurunan harga saham UNVR. Tapi yang saya tau, chart menunjukkan adanya daya jual yang lebih besar daripada daya beli dari saham UNVR. Ya, bagi saya itu adalah sentimen dari market yang ada saat ini. Hal yang paling objektif, fakta yang terjadi.
Ternyata kejadian yang kita alami di saham UNVR, itu sering terjadi di bursa saham dan berulang-ulang dari masa ke masa. Dimana ada 1 saham yang punya kepercayaan tinggi akhirnya mulai memudar dan berganti dengan market leader lainnya di bursa saham. Pernah dengar saham BUMI, GOTO, GGRM, dan berbagai Bank Digital lainnya? Kali ini contohnya kebetulan adalah Unilever, meskipun saya ga bilang kalau Unilever tidak mungkin akan naik lagi, tapi saya tau bagaimana sakit perutnya kalau kita hanya percaya pada "Jagoan Lama", tanpa mempertimbangkan sentimen yang ada di market. Terhitung dari tahun 2017, kalau 5 tahun selalu dalam kondisi rugi saya rasa ga mudah bagi orang-orang yang menggantungkan tujuan finansial di masa depannya di saham tersebut.
Itu sama saja seperti kayak saya menaruh hati ke seseorang perempuan yang dulu pernah sayang-sayangnya, tapi sekarang sudah punya yang lain. Kalau kata teman saya sih, move on woi, move on.. Hahaha. Buat saya itu juga yang terjadi di bursa saham, dimana perilaku saham tersebut lebih mencerminkan proyeksi masa depan saham tersebut dibandingkan dengan nama besar ataupun perasaan kita terhadap saham tersebut di masa-masa kejayaannya yang lalu.
Jadi yang saya pelajari adalah - apapun kepercayaan kita tentang sebuah saham tertentu, yuk verifikasi secara objektif dengan parameter yang kita percayai bisa membawa keberuntungan dari masa kemasa. Ide saya adalah, jangan hanya percaya sama perasaan kita di masa lalu tentang sebuah saham tertentu, die hard fans. Itu namanya cinta buta, bisa saja membunuh secara perlahan.
Komentar
Posting Komentar