Saya memperlakukan trading saham sama seperti berbisnis. Karena
yang kita beli adalah hak kepemilikan atas sebuah perusahaan yang menghasilkan
keuntungan pada sector riil. Maka dengan memiliki saham artinya kita juga dapat
dianggap berbisnis meskipun tidak masuk dalam aktivitas kegiatan operasional
sehari-harinya.
Namun trading saham, yang namanya membisniskan “bisnis”, artinya
juga memiliki resiko yang sama dengan membuka suatu bisnis. Bayangkan kita
membangun suatu usaha dan akhirnya menghadapi kebangkrutan. Hal itu juga
termasuk resiko yang ada saat kita memberlakukan trading saham.
Buat saya ketika memutuskan suatu hal, terutama yang besar atau penting dalam hidup, perlu kita mempertimbangkan, “what’s worst could happen” kalau usaha kita tidak berjalan seperti yang diharapkan? Kalau di dalam trading saham ada beberapa hal yang bisa diperhatikan seperti,
- Kalau saya tiba-tiba kenapa-kenapa (sakit, tidak bisa trading), lalu bagaimana usaha trading saya apakah jadi beresiko?
- Kalau tiba-tiba terjadi krisis ekonomi seperti jaman pandemic kemarin, apakah bisnis saya beresiko?
- Kalau saya tidak disiplin menjalani system trading yang saya evaluasi, apakah bisnis saya beresiko?
- Kalau broker saham saya bermasalah, apakah akan mempengaruhi bisnis saya?
- Apa hal lain yang bisa meresikokan modal serta bisnis trading saya kedepannya yang mungkin terjadi lainnya?
Dengan mencari tau kemungkinan-kemungkinan yang ada, kita bisa mulai memikirkan mitigasi resikonya. Sehingga ketika kondisi sulit itu datang, minimal kita sudah siap alternative penanganannya.
Saya bersyukur dengan trading, saya cukup tenang dengan resiko
yang saya hadapi, yaitu 6-10% resiko penurunan dalam setahun dan saya bisa
mencairkan keseluruhan modal saya dengan segera. Bagi saya trading saham adalah instrument yang cocok
dengan kepribadian saya, karena sangat likuid dan ada peace of mind.
Komentar
Posting Komentar