Saya lulus dari salah satu Universitas Negeri yang cukup ternama, saat itu saya merasa bangga dan keren. Lalu saya melanjutkan karir freelance di berbagai training consultant, mendapatkan kesempatan untuk mengelilingi dan menikmati indahnya Indonesia. Tidak berapa lama, saya merasa pekerjaan freelance tidak begitu menghasilkan dan saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi training analyst di sebuah perusahaan multi nasional. Baru berjalan beberapa waktu, saya tertarik lagi karena melihat adanya opportunity yang sangat besar dengan menjadi agen asuransi. Menjalani satu tahun sebagai agen asuransi, ternyata saya merasakan perjalanannya tidak seindah itu, banyak penolakan, gagal, kalah produk dengan perusahaan lain dll. Akhirnya saya masuk ke perusahaan perbankan saat ini yang sudah berlangsung hampir 9 tahun. Apakah saya menikmatinya? Ya, saya menikmatinya.. Sekarang.. Kalau dulu? Tentunya banyak galau dan ragunya juga. Ada masa-masanya saya melihat, senang juga kerja di perusahaan besar, tapi kok banyak perusahaan kecil (start up) yang rising star ya? Apakah saya salah mengambil keputusan, apakah lebih baik saya pindah ke perusahaan start up lainnya? Kegalauan itu terjawab setelah saya memahami, apa yang membuat saya bertahan – yaitu saya menyukai nilai-nilai perusahaan seperti pertumbuhan, kerjasama, kestabilan dan security yang ditawarkan dari perusahaan saat ini.
Hal ini yang jadi pembelajaran
mahal buat saya, bahwa dalam setiap keputusan kita di setiap situasi pasti ada trade
offnya dengan pilihan lainnya yang tidak kita ambil. Sama seperti kita
melakukan apapun, memilih pasangan hidup, sering kali kita melihat ada cowo /
cewe lain yang lewat dan dia jauh lebih cantik, baik, rajin, dll daripada yang
ada bersama kita saat ini. Padahal sadar kah kita, seringkali yang kita
bandingkan “kelebihan” pilihan lain dengan “kekurangan” apa yang saya miliki
saat ini. Memangnya kalau ada cewek lain yang lebih cantik, artinya dia lebih
sopan? Memang kalau ada pasangan lain yang lebih tajir, artinya dia juga lebih
penyayang lemah lembut?. Jadi saya memahaminya kalau “Lady in The Red Dress”
adalah sebagai distraksi yang kita hadapi didalam setiap pengambilan keputusan
kita.
Sama juga dengan berinvestasi /
trading saham, hal yang sama bisa diperlakukan berbeda untuk setiap pelaku di
bursa saham tersebut. Saat kita menjadi seorang trader yang membeli saham
ketika menembus resistance, bisa saja kita tergoda dengan keberhasilan pihak
lain (investor) yang membeli saham saat new low. Lalu, kita merasa tidak yakin
dengan trading system kita, dan mengubahnya secara berulang-ulang sebelum
mengevaluasi hasil dari trading system sebelumnya.
Jadi dalam mengembangkan trading
system kita pada bursa saham, menurut saya kita perlu mengetahui seperti apa
cara main yang memang penting untuk kita. Apa motivasi sebenarnya dibalik
trading kita? Kalau saya sendiri ingin trading menghasilkan pertumbuhan lebih baik dan resiko penurunan lebih rendah
daripada yang terjadi di IHSG dalam periode jangka panjang (bukan hanya dalam
1-2 tahun). Dengan mengetahui tujuan kita berada di bursa saham, akan
menentukan cara main kita. Jadi ketika bertemu orang yang menyatakan, “oh, saya
investasi bitcoin, ponzi dan untung 100%” saya tidak langsung tergiur dan akan
membandingkan ke semua aspek penting dalam tujuan saya. Apakah resikonya sama
seperti harapan saya? Apakah hal ini bisa berlangsung jangka panjang? Tidak
semua opportunity yang datang cocok untuk diri kita. Dengan kita mengetahui apa
yang kita mau, kita tidak lagi berkutat sama hal yang tidak penting. Seringkali
saya bertemu orang yang tidak mau mulai action karena dia merasa trading
systemnya blm 100% sempurna, waktu tidak ada, ada instrument lain yang lebih
baik, ataupun penawaran – penawaran yang “kelihatannya” menarik di luar sana.
Pembelajaran bagi saya, know your
self, pick the battle, choose to be suck at it in the long period of time. And now beware of
the “Lady in The Red Dress”, they will come – I bet, they already here.
Komentar
Posting Komentar