Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2023

Ngarep...

  Kamu pernah mengalami perasaan ngarep terhadap sesuatu? Berharap orang lain baik sama kamu? Berharap dia naksir sama kamu? Berharap mendapatkan kenaikan gaji? Berharap ada transjakarta yang datang tepat waktu? Seringkali kita terjebak dengan kata-kata “ngarep” dibandingkan dengan rencana yang kita siapkan. Ketika mengharapkan suatu hal, kita sebenarnya bisa juga menggunakan rencana untuk mengukur seberapa besar untung rugi dari suatu tindakan kita. Tapi kita juga bisa terjebak dengan ngarep “berharap” semua berjalan seperti yang kita harapkan tanpa memperdulikan parameter yang ada tentang keberhasilan dari yang kita harapkan. Misalnya saja, kalau kita sedang dekatin perempuan dan perempuan itu malas balas chat kita, tidak mau diajak jalan, jawab secukupnya, itu sudah merupakan pertanda bukan (?) (Tim ngareps can’t relate).. Ingat, kita tidak bisa mengontrol apa yang ada di eksternal (luar diri kita), tapi dengan rencana kita bisa mengontrol salah satunya adalah resiko yang bisa kita

Tentukan Pilihanmu

  “Lun, kamu kok sudah berumur belum punya pasangan sih, picky sih kamu..” Itu kata-kata orang yang sering terucap ketika bertemu dengan saya. Sebenarnya kalau saya coba refleksi, hal itu datangnya tidak hanya dari picky. Tapi saya sulit menentukan keputusan karena selalu ada saja hal-hal kurang oke dari opsi pilihan yang saya punya. Belum lagi dengan segudang godaan baru yang muncul, eh ada yang lebih oke.. Kok yang ini galak, tapi yang ini lembut. Kok yang ini kurang pinter sih. Gimana kalau gagal ya? Gimana kalau nanti ada yang lebih baik? Kamu pernah ngerasain seperti itu? Rumput tetangga selalu lebih hijau? Kita semua tentunya mau punya pilihan terbaik dalam hidup. Namun kalau kita tidak memilih apapun, artinya itu juga sebuah pilihan untuk diam di titik yang sama. Kalau saya, sering ngerasain sulitnya menentukan pilihan / jati diri di berbagai aspek kehidupan. Tapi dari situ saya belajar…. Saya perlu mendefinisikan dan memilih pilihan yang terbaik yang ada saat ini kalau mau maju

Baru Ngerti Segitu, Sok Banget Sih

Saya suka berpikir kalau dengan pengalaman 6 tahun terakhir berada di bursa saham. Lalu 3 tahun terakhir pencatatan growth portofolio saya, rasanya masih hijau banget di industry pasar modal indonesia ini. Saat saya memutuskan untuk saya mau menulis agar bisa belajar lebih baik lagi di industry saham, saya memiliki pemikiran apa kata-kata teman saya ya? Rasanya, lu mah masih seumur jagung sudah sok-sok an sharing, apalagi hasil portofoliomu segitu-gitu doang. Ada perasaan apakah saya terlihat seperti seorang scammer? Atau legit gak ya apa yang saya bagikan di blogspot ini? Kayaknya orang yang baca, akan banyak kritik deh dari apa yang saya tulis – “ga nyambung lo lun”. Ketika per hari ini, saya kelola dana dan hasilnya adalah -4%, rasanya “tuh kan lu aja masih payah sok-sok an nulis tentang saham”. Perasaan ga becus, pura-pura bisa, bahkan kadang-kadang apakah seorang penipu itu kerap muncul. Perasaan seperti itu saya yakin ga cuma saya yang rasakan, tapi bisa juga dari orang-orang sek

Use it or Lose it

  Saya pernah ngobrol dengan tetangga namanya, Opa Liem. Ia gak mau menyebutkan usianya, tapi saya duga sudah berusia 80 tahun lebih. Saya terkagum-kagum karena ia aktif banget dan bahkan latihannya adalah jongkok bangun setiap pagi. Saya bertanya “Opa, apa sih yang buat opa mau olahraga setiap hari?”. Opa jawab “Aku masih bisa jongkok dikasih Tuhan, kalau aku ga pakai ya nanti diambil Tuhan”. Teman opa pada ga bisa jalan ya karena kakinya ga pernah dipakai untuk jalan. Wah, kata-kata itu mengena sekali ke saya – tentang apa yang diberikan tapi tidak kita usahakan maka suatu saat akan menjadi lebih lemah atau diambil kembali oleh Tuhan. Saya seringkali ga menyadari hal yang sudah diberikan atau ada diri saya. Menganggap remeh ataupun tidak mengerjakan hal tersebut membuat berkat tersebut bisa saja diambil sewaktu-waktu. Selain daripada berkat kesehatan, relasi, orangtua dan lainnya, ada juga berkat keuangan. Kalau kita tidak memanfaatkan uang kita dengan baik. Kita boros – maka uang it

Yuk, Sekali-sekali Ikut Pacuan Kuda

Saya pernah dengar cerita, “Kalau kamu sedang melakukan taruhan di pacuan kuda dan kamu melihat dari 10 kuda yang bertanding, A adalah kuda dengan lari tercepat dan E adalah kuda dengan lari terlambat. Jika saat itu kamu bertaruh sebesar 1 X dan diberikan kesempatan untuk menaikkan size bet mu, maka kamu akan memilih menaruh posisi bet kamu pada kuda A atau E yang akan memenangkan pertandingan tersebut?”. Dengan asumsi seperti ini, mudah bagi kita untuk memilih kuda A yang memiliki record lari tercepat lah yang memiliki kemungkinan lebih besar dalam memenangkan sebuah pertandingan pacuan kuda. Kita semua pastinya ingin memenangkan pertandingan ataupun apapun permainan yang kita lakukan. Dalam contoh pertandingan pacuan kuda, rasanya kita sama-sama sepakat memilih pilihan yang sama. Namun saya berefleksi dalam bertransaksi pada bursa saham, seberapa sering saya memilih pilihan yang tepat berdasarkan dari performanya? Atau sering saya jatuh cinta kepada saham tertentu, karena sudah mem

Cara Terbaik untuk Menang adalah dengan Tetap Bermain

  Saya termasuk orang yang punya banyak keinginan, ingin punya karir yang cemerlang, punya tubuh yang ideal, investasi yang besar, sampai pasangan hidup yang terbaik. Rasanya excited terus bagaimana cara mencapai hal tersebut ya (?). Namun belakangan saya melihat hal yang berbeda. Pekerjaan yang bagus, setelah dapat – what’s next? Tubuh yang ideal, setelah dapat – what’s next? Pekerjaan yang bagus, kalau tidak dapat – then what? Tubuh yang ideal, ternyata tidak – then what? Kita sering kali melihat sebuah pencapaian sebagai suatu hasil – bukan sebuah proses. Rasanya hanya ada pemenang ataupun pihak yang kalah dalam sebuah pencapaian. Hal ini juga terjadi di bursa saham, rasanya ingin capai hasil return (misalnya) 50% tahun ini. Lalu, setelah dapat – what’s next? Ternyata kita bisa melihat banyak permainan dalam hidup ini tidak hanya dengan kacamata finite games (dimana selalu ada orang yang menang dan ada yang kalah), ada banyak hal-hal penting dalam hidup ini yang kita bisa mainkan de

Berkenalan Dengan Kejamnya Rugi di Bursa Saham

  Dalam dunia investasi pasti ada dua sisi koin yaitu, sisi kerugian dan keuntungan yang bisa kita alami. Khususnya dalam instrument investasi saham, menurus saya kita berada di aspek probability bukan certainty. Saya belajar dari pengalaman teman saya yang menaruh semua dana pensiunnya di salah satu emiten saham yang dianggap blue chip ataupun saham yang meyakinkan untuk tidak mungkin turun besar. Namun ketika saham tersebut turun besar – ia pun kebingungan untuk perjalanan kedepannya. Misalnya seperti : Dari hal ini saya belajar, sepercaya apapun kamu terhadap suatu hal, jangan izinkan diri kita untuk menanggung kerugian yang sangat besar dalam portofolio / hidup, yang memungkinkan untuk menghancurkan diri kita sendiri. Karena semakin besar kerugian itu, semakin sulit kita untuk recover dari kondisi tersebut. Di buku Mark Minervini yang saya baca, the number tells it all. Pada table dibawah ini terlihat kalau semakin besar kerugian kita maka akan jauh lebih besar lagi tingkat keuntun

Kurang-kurangin Big Loss

  Kamu pernah dengar kalimat “Hidup harus berani ambil resiko dong..”? Resiko adalah sahabat dekat dari setiap trader saham. Karena setiap keputusan yang diambil tentunya memiliki probabilitas resiko kerugian. Pada salah satu buku Mark Minervini, ia bercerita bahwa Mark bertemu dengan Ben-David coauthor buku “Are Investors Really Reluctant to Realize Their Losses?”. Pada buku tersebut membahas tentang investor retail membukukan keuntungan / kerugian sebesar apa dari setiap transaksi. Lalu buku tersebut juga menceritakan tentang apakah investor lebih menyukai menambah posisi sahamnya yang seperti apa yang telah ia beli sebelumnya. Dari temuan ini, ada beberapa kesimpulan menarik yaitu : -Investor memiliki kecenderungan untuk membukukan kerugian yang besar daripada keuntungan yang besar. Mereka cenderung menahan saham yang rugi terlalu lama dan menjual saham yang untuk terlalu cepat. -Investor juga memiliki kecenderungan untuk menambah posisi pada saham yang telah kehilangan nilai harga

Investasi Terbaik ada di Properti atau Instrumen Investasi Lainnya?

Saya bekerja di perbankan hampir 10 tahun masa kerja dan saya memiliki keuntungan untuk membeli sebuah hunian property untuk diri sendiri dengan bunga rendah untuk karyawan. Tidak lepas dari atasan ataupun teman sekerja, seringkali menanyakan “kenapa kamu belum beli property saat ini?”. Selain masih sayang dengan dana yang perlu dikeluarkan :"D, saya pun bingung menjawabnya. Namun ada insight menarik yang saya dapatkan pada libur lebaran kemarin. Saat merapihkan rumah waktu liburan, saya menemukan selembar kertas yang berisikan informasi menarik seperti di bawah ini :   Terkejut sekali, ternyata itu adalah harga rumah di salah satu komplek perumahan yang pernah orangtua saya tinggali. Hal itu menjadi nostalgia tentang tempat tinggal dan menjadi cerita pencapaian investasi yang menarik pada hari ini. Tentunya kita seringkali mendengar, beli rumah pasti untung. Ternyata di kasus keluarga saya, hal itu benar adanya. Bayangkan ada rumah seharga Rp 55.000.000,- yang saat ini bernilai M

Hasil, berbeda dari Tujuan

Tahun lalu saya pengen banget untuk bisa lari half marathon sepanjang 21km. Untuk itu saya ajak teman saya yang memang marathon runner untuk menemani dan belajar dari dia. Ketika saya lari, banyak banget ngobrol sama beliau. Ia cerita tentang apa tujuan saya lari, yaitu untuk sehat dan bahagia. Tapi saat saya lari saya fokusnya hanya ke angka 21km yang perlu di capai. Hal itu membuat saya jadi lupa tentang pentingnya tujuan saya yaitu menjadi sehat. Sehingga selama lari teman saya mengingatkan untuk 5km sekali bisa berhenti untuk sedikit minum agar tidak dehidrasi dan tetap bisa melanjutkan perjalanan. Hal ini mengingatkan saya juga tentang seringkali saya mengaburkan hasil dan tujuan yang saya mau capai. Saya ingin bekerja karena dengan bekerja saya bisa mencapai tujuan bertanggung jawab, mengembangkan diri serta berkarya. Tapi seketika hasil kerja saya jelek, saya kok jadi sedih sendiri. Saya merasa gagal. Padahal ketika saya ingat – ingat lagi, banyak hal yang saya sudah lalui dan